Gejolak ekonomi global kembali terjadi pada
awal 2015. Nilai tukar rupiah beserta mata uang negara berkembang
kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Halim
Alamsyah, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) mengatakan, faktor utama
pelemahan rupiah terhadap dolar AS adalah karena kemungkinan Yunani
keluar dari Uni Eropa. Ini menjadi perhatian banyak investor.
"Ada risk off (risiko) dari internasional, karena ada beberapa berita yang menjadi
perhatian investor, terutama masalah kemungkinan Yunani keluar dari Uni
Eropa, itu yang saya kira dalam beberapa waktu ini mempengaruhi beberapa
mata uang dunia termasuk rupiah," ungkap Halim di Gedung Djuanda,
Kementerian Keuangan.
Karena kondisi
ini, investor lebih memilih menempatkan dana di tempat yang lebih aman.
Atas persoalan ini juga, banyak investor yang mencoba berspekulasi.
Sehingga memperburuk keadaan.
"Biasalah selalu ada investor yang mencoba untuk memanfaatkan, kita mencegah yang sifatnya spekulatif," sebutnya.
Sedangkan
dari dalam negeri, menurut Halim, fundamental ekonomi cukup terjaga
baik. Apalagi setelah adanya kebijakan soal Bahan Bakar Minyak (BBM),
dengan mencabut subsidi bensin premium dan menerapkan skema subsidi
tetap untuk solar.
"Internal kondisi ekonomi kita masih lebih baik dan jauh lebih sehat," tegasnya BI akan terus memantau pergerakan pasar dengan memastikan permintaan dan
penawaran terjaga. Situasi ini menurut BI temporer. Sejak awal tahun,
BI sudah melakukan intervensi untuk menjaga kestabilan nilai tukar
rupiah.
"BI melakukan upaya agar situasi temporer, jangan membuat confidence pasar memburuk, karena ini temporer," jawab Halim.
Di
samping itu investor juga masih di ambang ketidakpastian akibat rencana
bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang akan menaikan suku bunga
acuan tahun ini. Sehingga volatilitas nilai tukar diperkirakan terus
berlanjut.
"Kita lihat volatilitasnya karena akan terjadi, kita masih menunggu reaksi The Fed itu akan masih ada," tukasnya.
0 comments: